Pemanis Buatan: Alternatif Manis yang Tak Terlalu Manis untuk Otak?
Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya konsumsi gula berlebih, pemanis buatan muncul sebagai solusi yang tampaknya ideal. Bebas kalori, rasa tetap manis, dan banyak digunakan dalam produk "diet" atau "rendah gula". Namun, kenyataan tak semanis itu. Pemanis buatan kini tak hanya ditemukan dalam makanan dan minuman manis seperti permen atau soda, tetapi juga merambah produk-produk tak terduga seperti saus, sereal, dan bahkan keripik asin, demi menyeimbangkan rasa secara keseluruhan.
Dengan semakin banyaknya makanan ultra-proses yang mengandung pemanis buatan, kita jadi lebih mudah mengonsumsinya secara tidak sadar. Kini, sebuah penelitian terbaru memberikan peringatan serius: konsumsi pemanis buatan secara rutin bisa mempercepat penuaan otak hingga lebih dari satu setengah tahun. Temuan ini menjadi pengingat bahwa alternatif "sehat" pun bisa membawa risiko jika digunakan tanpa kontrol.
Apa Itu Pemanis Buatan?
Pemanis buatan (artificial sweeteners) adalah zat kimia yang dirancang untuk meniru rasa manis gula, namun dengan sedikit atau tanpa kalori. Menurut Mayo Clinic, jenis pemanis ini sering digunakan untuk mengurangi asupan kalori, terutama bagi penderita diabetes atau mereka yang menjalani diet tertentu. Beberapa contoh umum pemanis buatan yang telah disetujui penggunaannya adalah:
Aspartame
Sucralose
Saccharin
Acesulfame potassium
Stevia dan monk fruit extract
Serta sugar alcohols seperti erythritol, xylitol, dan sorbitol
Meskipun dinilai aman dalam batas konsumsi harian tertentu, pemanis ini masih terus dikaji efek jangka panjangnya terhadap tubuh manusia, terutama dalam kaitannya dengan metabolisme, mikrobioma usus, dan fungsi kognitif.
Penelitian: Pemanis Buatan dan Penuaan Otak
Sebuah studi mengamati lebih dari 12.000 partisipan dewasa di Brazil selama delapan tahun. Mereka yang mengonsumsi pemanis buatan paling banyak, sekitar 191 mg per hari, setara dengan satu kaleng soda diet, menunjukkan penurunan kemampuan berpikir dan memori yang 62% lebih cepat dibandingkan mereka yang hanya mengonsumsi sekitar 20 mg per hari. Ini setara dengan percepatan penuaan otak sekitar 1,6 tahun.
Kelompok konsumsi sedang juga mengalami penurunan kognitif, meskipun lebih kecil, sekitar 1,3 tahun. Efek ini paling terlihat pada individu berusia di bawah 60 tahun dan mereka yang memiliki kondisi diabetes. Dari tujuh jenis pemanis yang diteliti, hanya tagatose yang tidak menunjukkan hubungan dengan penurunan fungsi kognitif.
Para peneliti menegaskan bahwa meskipun studi ini bersifat observasional dan belum membuktikan hubungan sebab-akibat secara langsung, temuan ini cukup kuat untuk menjadi dasar kehati-hatian dalam konsumsi pemanis buatan, terutama dalam jumlah besar dan jangka panjang.
Batasi Makanan Ulta-Proses
Penelitian ini membuka mata kita bahwa tidak semua alternatif gula lebih aman dalam segala hal. Pemanis buatan mungkin menawarkan keuntungan jangka pendek seperti pengendalian kalori, tetapi bisa berdampak buruk bagi kesehatan otak di kemudian hari.
Langkah terbaik adalah kembali ke pola makan alami: batasi konsumsi produk ultra-proses, utamakan makanan segar, dan jika ingin rasa manis, pilih sumber alami seperti buah, madu, atau pemanis yang lebih aman, tentu dalam jumlah yang wajar. Karena dalam kesehatan, yang “bebas gula” pun bisa jadi tak benar-benar bebas risiko.
Sumber:
American Academy of Neurologi. 2025. Not so Sweet: Some Sugar Substitutes Linked to Faster Cognitive Decline - Link
CNN. 2025. Artificial Sweeteners Aged The Brain by Over 1.5 Years, Study Says - Link
Mayo Clinic. 2023. Artificial Sweeteners and Other Sugar Substitutes - Link
