Juni: Bulan Kesehatan Mental Laki-Laki, Kesehatan Mental Bukan Hanya Masalah Perempuan
Kesehatan mental sering kali hanya dikaitkan dengan perempuan. Banyak kampanye dan percakapan yang fokus pada perempuan sebagai kelompok yang rentan terhadap gangguan mental. Padahal, fakta menunjukkan bahwa laki-laki juga mengalami gangguan mental, bahkan dalam banyak kasus, mereka menghadapi tekanan yang sama besar, tetapi dengan lebih sedikit dukungan dan ruang aman untuk berbicara.
Setiap bulan Juni, dunia memperingati Men’s Mental Health Month, atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Bulan Kesehatan Mental Laki-Laki. Momen ini hadir untuk mengedukasi, menyuarakan pentingnya kesadaran mental pada laki-laki, serta mematahkan stigma bahwa ‘curhat’ atau menunjukkan emosi adalah kelemahan bagi seorang laki-laki.
Tekanan Sosial yang dialami Laki-Laki
Sejak kecil, banyak laki-laki dibesarkan dengan narasi seperti:
“Cowok gak boleh nangis.”
“Harus tegar, tahan banting.”
“Jangan manja, laki-laki itu pemimpin.”
Tanpa sadar, budaya ini menanamkan gagasan bahwa menunjukkan emosi adalah sesuatu yang salah bagi laki-laki. Akibatnya, saat menghadapi stres, kecemasan, atau tekanan, mereka cenderung menarik diri, menyembunyikan masalah, atau melampiaskannya secara destruktif (dapat merusak), seperti melalui kemarahan, alkohol, kecanduan, atau bahkan kekerasan.
Dikutip dari International Mens Day, tiga dari empat kasus bunuh diri di dunia adalah laki-laki. Sementara itu, data dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa laki-laki memiliki angka bunuh diri 3-4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Kenapa Laki-Laki Jarang Minta Bantuan?
Banyak laki-laki enggan mencari bantuan karena takut dianggap lemah, malu, atau bahkan tidak menyadari bahwa apa yang mereka alami adalah gangguan mental yang bisa ditangani secara medis atau psikologis. Hanya 37% laki-laki yang mengalami gangguan mental dan mencari bantuan profesional, sedangkan perempuan terus mengalami peningkatan persentase untuk mencari dukungan kesehatan mental.
Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan besar dalam akses, penerimaan, dan kesadaran terhadap kesehatan mental laki-laki.
Men’s Mental Health Month: Mengubah Narasi, Membuka Ruang
Bulan Juni menjadi momentum penting untuk membuka ruang diskusi dan refleksi soal pentingnya menjaga kesehatan mental bagi laki-laki. Tujuan utama dari peringatan ini adalah:
Mendorong laki-laki untuk berani berbicara dan tidak merasa sendirian.
Mengedukasi masyarakat bahwa gangguan mental tidak mengenal jenis kelamin.
Menyediakan ruang aman untuk laki-laki mengekspresikan diri tanpa dihakimi.
Meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan mental yang inklusif.
Bukan berarti perempuan tidak penting dalam diskusi ini, tetapi laki-laki juga perlu mendapat tempat untuk didengarkan dan ditolong tanpa dikaitkan dengan stigma atau stereotip.
Laki-Laki yang Bicara Bukan Lemah, Tapi Kuat
Meminta bantuan bukan tanda kelemahan. Justru itu adalah bentuk keberanian. Kesehatan mental adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, sama pentingnya dengan kesehatan jantung, paru-paru, atau kondisi fisik lainnya.
Menjadi ‘laki-laki sejati’ bukan berarti memendam semuanya sendiri, melainkan mampu mengenali batas diri, mengelola emosi dengan sehat, dan tahu kapan waktunya mencari bantuan.
Jika kamu laki-laki dan sedang merasa lelah secara emosional, kamu tidak sendiri. Bicaralah, cari bantuan, dan tahu bahwa kamu berhak merasa lebih baik.
Karena pada akhirnya, kesehatan mental adalah hak semua orang, tanpa kecuali.
Sumber:
Highend. 2025. Bulan Kesehatan Mental Pria: Pentingnya Mengelola Emosi dan Menjaga Kesehatan Mental Bagi Pria - Link
International Mens Day. 2021. The Facts About Men’s Mental Health - Link
CDC. 2025. Suicide Data and Statistics - Link
Beyond Blue. Men’s Mental Health - Link
